Back

Keluar dari Zona Nyaman, Faris Hidayat Angkat Arsitektur Dekonstruksi untuk Pasar Kebon Roek

Fariz Hidayat lulusan terbaik Arsitektur S-1 ITN Malang, pada wisuda ke 66 periode II tahun 2021. (Foto: Yanuar/humas)


Malang, ITN.AC.ID – Pasar tradisional selama ini identik dengan kumuh, bau, becek, dan sumpek. Namun tidak dengan konsep pasar Fariz Hidayat. Lulusan terbaik Arsitektur S-1 Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini merancang Pasar Kebon Roek Ampenan di Kota Mataram menjadi aman dan nyaman. Bahkan putra Mataram ini melengkapi pasar dengan fasilitas standar dan lengkap untuk menunjang  aktivitas jual beli.

Dikatakan Fariz, Pasar Kebon Roek sebelumnya kurang nyaman dan kurang fasilitas. Seperti kurang maksimalnya lapak penjualan. Pedagang di lantai atas sepi karena sirkulasi pembeli minim, karena pembeli enggan turun naik tangga untuk berbelanja. Parkir minim sehingga mengakibatkan kemacetan dan crowded (penuh sesak) karena dekat simpang tiga lampu merah.

“Nah, isunya Pasar Kebon Roek akan dibuat ulang di tempat lain. Maka saya mencoba membuat perancangan pasar, sehingga pasar Kebon Roek Ampenan selain nyaman juga menjadi pasar yang memiliki bangunan ikonik yang menarik. Harapnya pasar baru bisa menyelesaikan permasalahan yang crowded, tidak nyaman, serta permasalahan sirkulasi,” jelasnya saat ditemui di Ruang Humas ITN Malang beberapa waktu lalu.

Fariz berencana membuat pasar dengan 3 lantai. Tantangan Fariz adalah sirkulasi penjual-pembeli untuk naik turun lantai, mengoptimalkan lapak penjualan, meminimalisir kemacetan, serta tempat parkir. Maka, Fariz mengambil konsep bangunan gaya arsitektur dekonstruksi yang terkenal akan desainnya yang absurd, unik, dan kadang menciptakan kontroversi pada dunia arsitektur. Dengan begitu diharapkan bangunan pasar cukup membuat perhatian para pengguna dan pengunjung pasar Kebon Roek maupun masyarakat Kota Mataram.

Namun begitu, Fariz tetap menekankan sistem sirkulasi, aksesibilitas, penghawaan, dan pencahayaan alami sesuai standar pasar pada umumnya. Selain itu juga perancangan pasar Kebon Roek ini diharapkan dapat merefleksikan budaya dan karakter setempat seperti halnya dalam tradisi berjual beli, fasilitas, maupun dalam pendekatan tampilan bangunannya.

“Arsitektur dekonstruksi memang jarang digunakan untuk bangunan umum. Karena memang itu merupakan rekonstruksi agak susah buat memaksimalkan ruang, apalagi pasar yang butuh memaksimalkan ruang. Saya ingin mencoba hal baru, dan alhamdulillah selesai juga,” katanya.

Baca juga : Garap Desa Wisata Nusantara, Dua Mahasiswa Arsitektur ITN Malang Juara 1 Rendering Acsent Udayana 2021

Dalam desainnya pemilik IPK 3.84 ini terinspirasi dari bentuk sisik ikan. Bentuk sisik ikan diambil untuk merefleksikan sekitar tapak. Pasalnya, pasar berdekatan dengan pantai, dan juga mata pencarian penduduk sekitar sebagai nelayan. Fariz memanfaatkan 6 pola sisik, dimana setiap sisik terdapat lubang/bukaan. Bukaan ini dimaksimalkan untuk pencahayaan dan penghawaan dengan menggunakan sistem cross ventilation dan skylight, maupun menggunakan material transparan.

Sebagai pusat sirkulasi vertikal memanfaatkan lantai 1 bagian tengah, untuk penempatan tangga dan ramp. Sekaligus untuk menempatkan kolom struktur secara linear. Sehingga tidak mengganggu los-los pasar dan sirkulasi. Penataan los pasar di lantai 1 juga menggunakan pola linear mengikuti bentuk bangunan. Hal ini memudahkan penataan los pasar dan memaksimalkan penggunaan ruang. Penggunaan pola linear juga memudahkan serta tidak membuat bingung pengunjung pasar.

Pasar Kebon Roek Mataram, berdesain bangunan gaya arsitektur dekonstruksi karya Fariz Hidayat. (Foto: Spesial)

“Penggunaan ramp untuk memfasilitasi difabel. Tersedia juga lift barang yang langsung mengarah ke area bongkar muat. Saya juga memanfaatkan void, lubang langsung ke bawah untuk mengatur sirkulasi udara dan pencahayaan. Saya harus ekstra mikir terutama penataan los-los pasar karena tidak gampang, harus mengikuti bentuk bangunan,” jelas putra pasangan Sukirman dan Nurmi ini.

Menurut Fariz, untuk bangunan yang lebar seperti pasar struktur utama yang paling cocok adalah menggunakan konstruksi baja dan beton bertulang. Sementara atapnya memakai struktur diagrid untuk bentang lebar. Dari 3 lantai pasar yang didesain Fariz, lantai 1 untuk penjual sayur, daging, ikan, dan segala macam barang non pangan. 

Baca juga : Alumni se-Jabodetabek Gelar Reuni, Ungkap Keinginan Lahirnya Wadah Kolaborasi antar Alumni dan ITN Malang

“Lantai 1 dimaksimalkan untuk kebutuhan harian, karena sirkulasinya lebih mudah. Sedangkan lantai 2 digunakan untuk berjualan peralatan elektronik dan lantai 3 untuk jualan pakaian,” tandas Faris yang lulus skripsi dibawah bimbingan Dr Debby Budi Susanti, ST MT dan  Ar Adhi Firman Hidayat, IAI. (me/Humas ITN Malang)

Copyright - PERKUMPULAN PENGELOLA PENDIDIKAN UMUM DAN TEKNOLOGI NASIONAL - ITN MALANG - Powered by - PUSTIK 2023