Artificial Intelligence Tak Bisa Gantikan Kreatifitas dan Pengambilan Keputusan
Mahasiswa Teknik Elektro S-1 berdiskusi membahas artificial Intelligence (AI) di kampus II ITN Malang. (Foto: Mita/Humas)
Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan perubahan besar-besaran di berbagai bidang. Di Indonesia sendiri modernisasi teknologi sudah merambah pada dunia pertanian dengan adanya traktor tanpa pengemudi dengan menggunakan remote kontrol sistem otonom, drone pendeteksi unsur hara, smart irigasi, penggunaan aplikasi smart phone untuk melihat jadwal tanaman panen, dan lain sebagainya. Di dunia industri dan manufaktur penggunaan robot untuk membantu kerja manusia akan semakin berkembang dan banyak digunakan.
“Drone pendeteksi unsur hara untuk mengetahui apakah pemberian pupuk kepada tanaman efisien atau tidak. Kekurangan unsur hara pada tanaman nantinya bisa terlihat dari warna daun. Dengan peluncuran satelit maka penggunaan aplikasi smart phone juga semakin marak untuk memudahkan pekerjaan manusia. Intinya kita membutuhkan otomatisasi, internet online, serta Artificial Intelligence (AI),” terang Assoc. Prof. Dr. Eng. Panca Mudjirahardjo, ST.,MT saat memberikan kuliah tamu Teknik Elektro S-1 di kampus II Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Jumat (10/4/19).
Bertajuk ‘Peluang dan Tantangan Computer Video Vision di Era Revolusi Industri 4.0’, alumnus S-2 Universitas Gajahmada ini menuturkan, peluang Revolusi Industri 4.0 terbuka lebar untuk pengembangan teknologi. Artificial Intelligence menjadi elemen yang tidak bisa dipisahkan dalam Revolusi Industri 4.0, yang akan terus berkembang bergantung pada kebaharuan kreatifitas pengambilan keputusan strategis, pemikiran kritis, dan manipulasi fisik. “Ini (kreatifitas pengambilan keputusan) yang tidak bisa digantikan oleh AI. AI bisa saja menggantikan tugas rutin manusia. Namun, kreatifitas, seni tidak bisa digantikan oleh AI,” tegas Profesor Panca.
Menurut Prof Panca, tantangan mahasiswa saat ini harus bisa survive dan berkarya. Personal di Indonesia selama ini bukanlah pada riset tapi pada inovasi dan komersialisasi. “Kalau hanya sekedar bisa membuat teknologi maka tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Mahasiswa jangan sekedar bisa, tapi harus terus mengembangkannya. Tujuan belajar adalah mengembangkan inovasi. Indonesia harus bisa berinovasi, meproduksi dan menggunakan hasil karya sendiri” ujarnya. (me/humas)