Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Harapkan Kurikulum Perguruan Tinggi Sesuai Kebutuhan Pasar
Dr.Ir. Syarif Burhanuddin, M.Eng, Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyar (PUPR) (tiga dari kanan) usai memberi materi pada Seminar Nasional FTSP ITN Malang bertajuk ‘Infrastruktur Berkelanjutan Era Revolusi 4.0’, Kamis (30/10/19). (Foto: Yanuar/humas)
MALANG, ITN.AC.ID – Salah satu program pemerintah saat ini yang paling menonjol adalah infrastruktur yang diikuti dengan besarnya alokasi dana. Tahun ini ada alokasi dana sebesar 419 triliun rupiah, empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Dana tersebut untuk mengejar pembangunan infrastruktur terkait industri teknologi peralatan yang sesuai dengan era Revolusi Industri 4.0. Hal ini terkuak dalam Seminar Nasional Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang di aula kampus 1, Kamis (30/10/19).
Dr.Ir. Syarif Burhanuddin, M.Eng, Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjelaskan, kurikulum perguruan tinggi juga harus mengikuti perkembangan Revolusi Industri 4.0., sehingga hasil lulusan bisa sesuai dengan kebutuhan pasar. Tantangan pembangunan ke depan ada di sumber daya manusia yang masih kurang dari kebutuhan. Bila perguruan tinggi tidak mengikuti perkembangan maka akan ketinggalan.
“Saat ini dari perguruan tinggi swasta tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat masih 10 persen. Perguruan tinggi harus mensinkronkan antara lulusan dengan dunia industri. Skill lulusan harus bisa dimanfaatkan, kalau tidak maka akan meningkatkan pengangguran,” ujar Dr.Ir. Syarif Burhanuddin, M.Eng.
Lulusan S-2 Netherland ini mencontohkan kurikulum FTSP yang harus disesuai dengan perkembangan misalkan, cara perhitungan beton, serta dalam menggambar di dunia arsitektur. Dahulu alumni arsitek di tahun 1987 tidak mengenal autocad, setelah tamat hampir semua perusahaan meminta arsitektur bisa mengambar dengan autocad.
“Nah, mereka kan akhirnya harus kursus. Jadi harus menambah pengetahuan di luar perkuliahan, makanya dari sekarang disiapkan sebagai pelajaran tambahan yang tidak mengganggu kurikulum utama. Termasuk magang, sebagian pengenalan kondisi di lapangan secara langsung. Prinsip dasarnya mereka (mahasiswa) selesai tidak lagi khawatir apa yang akan dihadapi, karena mereka tahu persis seperti apa yang diajarkan,” imbuh Syarif.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dr.Ir. Gentur Prihantono SP,SH.,MT.,MH, Widyaswara Provinsi Jawa Timur dan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jawa Timur. Menurut Gentur tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat hanya 8,3 juta dari sekitar 700 ribu tenaga kerja. Menurutnya tenaga kerja konstruksi berperan penting dalam perkembangan infrastruktur di Indonesia.
“Insfrastruktur tidak bisa kita lepaskan, karena pengentasan kemiskinan salah satunya adalah dengan penyebaran infrastruktur. Lama-lama infrastruktur tidak hanya material tapi juga sumber daya manusianya,” ujarnya. (me/humas)