Lulusan Terbaik PWK ITN Malang Ngejob Bernyanyi di Sela-sela Kuliah
Clarinta Ega Divanie lulusan terbaik Prodi Wilayah dan Kota (PWK) S-1, FTSP, ITN Malang pada wisuda ke-71, tahun 2024. (Foto: Aqil/Humas ITN Malang)
Malang, ITN AC.ID – Clarinta Ega Divanie akrab dipanggil Arin memiliki bakat bernyanyi sejak usia dua tahun. Bakat yang didukung penuh oleh keluarganya tersebut terus berkembang dan ditekuni hingga kuliah. Kuliah sambil bernyanyi, membuat Arin harus pintar-pintar mengelola waktu.
Arin merupakan mahasiswa Prodi Wilayah dan Kota (PWK) S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang). Mulai kecil Arin kerap menyabet juara lomba menyanyi. Pernah dua kali ikut program acara TV The Voice Indonesia. Arin masuk 20 besar The Voice Indonesia Kits pada 2016, dan puncak karirnya masuk 16 besar The Voice Indonesia pada 2018. Saat kuliah pun ia masih sempat ikut kompetisi dan juara 1 Kategori Dewasa Genre Pop Trans Singing Competition (TSC) 2022 Kota Malang.
Sebagai penyanyi profesional selama kuliah Ia bernyanyi di banyak acara. Beberapa kota yang pernah ia kunjungi selain Marang Raya ada Probolinggo, Madura, Pasuruan, Surabaya, Jombang, serta pernah pula ke NTT.
Menerima job bernyanyi tidak membuat Arin melupakan studinya. Bahkan atas kegigihannya Arin menjadi lulusan terbaik PWK ITN Malang pada wisuda ke-71, periode I tahun 2024. Bahkan dara kelahiran Malang yang sekarang tinggal di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ini berhasil lulus dalam waktu 3,5 tahun dengan IPK 3,70.
Baca juga : Pemkab Sorong Belajar Perencanaan Tata Ruang dan GIS di ITN Malang
“Cita-cita dulu ingin jadi penyanyi, tapi sekarang menemukan passion baru. Mungkin jadi konsultasi perencanaan yang terus bernyanyi dan bermain musik,” ujar penyuka lagu Agnez Mo, dan Beyonce ini.
Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) atau dikenal juga dengan istilah Planologi mempelajari perencanaan wilayah dan kota. Menyusun rencana tata ruang dan wilayah, sekaligus mengevaluasi berbagai kebijakan dan programnya. Termasuk mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan politik.
Clarinta Ega Divanie saat wawancara untuk penelitian dengan Pimpinan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Junrejo, Kota Batu. (Foto: Istimewa)
Dalam tugas skripsinya Arin mengangkat judul Implementasi Urban Farming Terhadap City Branding Kota Batu dalam Kegiatan Budidaya Apel di Kecamatan Junrejo. Menurut Arin, kesan buah apel yang sejak lama melekat pada branding Kota Batu kini semakin memudar. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain semakin menyusutnya produksi dan kualitas apel, ditambah tumbuh dan berkembangnya obyek wisata baru, serta berkurangnya lahan pertanian yang berdampak pada kenaikan suhu.
“Branding Kota Batu sebagai Kota Apel beberapa tahun terakhir mulai turun. Maka saya mencoba menyusun strategi urban farming apel yang belum pernah diluncurkan di Kota Batu khususnya Kecamatan Junrejo,” ujarnya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode campuran, yakni observasi, wawancara, dan kuesioner untuk mendapatkan data yang diperlukan. Data-data tersebut kemudian diolah dengan analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui potensi dan permasalahan kegiatan urban farming, serta merumuskan konsep pelaksanaan urban farming. Selain itu menggunakan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk mengidentifikasi bentuk pelaksanaan program urban farming untuk city branding Kota Batu pada kegiatan budidaya apel di Kecamatan Junrejo.
“Apel cocoknya ditanam di negara beriklim subtropis. Dulu apel cocok ditanam di Kota Batu dengan iklimnya yang dingin. Namun sekarang tidak produktif ditanam, tapi masih bisa diusahakan dengan cara penanamannya yang butuh effort lebih besar,” lanjut putri pasangan Gatot Widodo, dan Endah Rosdalina ini.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diprioritaskan dalam penerapan urban farming menuju city branding Kota Batu. Antara lain kerja sama dengan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan bangunan atau elemen arsitektur dan pemberitaan media terkait pemanfaatannya, serta penggunaan teknologi pertanian dilakukan oleh pelaku urban farming baik masyarakat maupun lembaga pertanian.
“Setelah tersusun arahan urban farming kemudian dikolaborasikan dengan city branding untuk membangun kesan apel sebagai city branding. Semua hal itu harus diupayakan untuk meningkatkan citra budidaya apel sebagai icon Kota Batu melalui urban farming,” simpulnya. Arin dalam skripsinya dibimbing oleh dosen pembimbing Ardiyanto Maksimilianus Gai, ST, M.Sc., dan Arief Setiyawan, ST, MT. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)