Putra Banyuwangi Desain Pusat Oleh-oleh Berkonsep Arsitektur Neo Vernakular
Achmad Ubaidillah, lulusan terbaik Prodi Arsitektur S-1, FTSP, ITN Malang pada wisuda ke-71 periode I tahun 2024. (Foto: Aqil/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Banyuwangi. Kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini selain terkenal dengan keelokan alamnya juga terkenal dengan Tari Gandrung. Jadi tepatlah jika Banyuwangi mendapat julukan Kota Gandrung, yang sekaligus sebagai maskot Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi juga memiliki banyak warisan seni, tradisi, dan adat budaya. Cagar Alam Kawah Ijen, dan Taman Nasional Alas Purwo melengkapi keindahan pantai sebagai wisata alam Banyuwangi. Puluhan destinasi wisata baik alam dan budaya ini menjadikan Banyuwangi dijuluki pula dengan “Kota Seribu Destinasi”.
Banyaknya destinasi wisata tentu menyedot kedatangan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Tak lengkap rasanya berwisata tanpa membawa oleh-oleh khas Banyuwangi. Mulai kaos, souvenir, camilan, hingga kuliner. Cendera mata khas Banyuwangi antara lain: udeng khas Suku Osing, kain batik gajah oling, kerajinan belerang, kerajinan rotan, kerajinan bambu, kerajinan batok kelapa, kerajinan kerang, miniatur barong, miniatur gandrung, dan miniatur objek-objek wisata yang ada di Banyuwangi. Tentunya butuh tempat yang nyaman, aman, serta mampu menampung oleh-oleh yang lengkap.
Peluang inilah yang menginspirasi Achmad Ubaidillah, lulusan terbaik Prodi Arsitektur S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) untuk mendesain pusat oleh-oleh cendera mata di Banyuwangi. Ubay panggilan akrab Achmad Ubaidillah menuangkan idenya dalam tugas skripsi yang dibimbing oleh Dr. Ir. Ar. Breeze Marinka, MSA., IAI., AA, dan Sri Winarni, ST., MT. Ia ikut diwisuda pada wisuda ke-71, periode 1 tahun 2024.
Baca juga : Aksi Cap Tangan Lengkapi Mural Karya Mahasiswa Arsitektur ITN Malang
“Banyuwangi masih belum mempunyai tempat untuk mewadahi semua oleh-oleh cendera mata yang beraneka ragam tersebut. Maka perlu adanya bangunan pusat oleh-oleh cendera mata yang dibangun di kawasan strategis dan mudah dijangkau. Yaitu di depan Kawasan wisata Taman Blambangan. Kawasan ini juga menjadi jalur menuju ke beberapa tempat wisata lainnya. Salah satunya wisata Pantai Boom Marina,” kata pemilik IPK 3,30 ini.
Ubay mengangkat pusat oleh-oleh cendera mata di Banyuwangi dengan tema Arsitektur Neo Vernakular. Menurutnya di era kekinian arsitektur vernakular dianggap kuno, dan tidak menarik. Sehingga diperlukannya suatu bangunan dengan gaya vernakular, namun tetap terdapat sentuhan modern agar tetap menarik. Arsitektur Neo Vernakular interpretasi dari arsitektur vernakular yang disatu padukan dengan gaya arsitektur modern. Arsitektur vernakular sendiri merupakan gaya arsitektur yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat (adat).
Desain pusat oleh-oleh khas Banyuwangi berkonsep arsitektur neo vernakular karya mahasiswa ITN Malang.
“Pada perancangan pusat oleh-oleh cendera mata di Banyuwangi saya mengangkat tema Arsitektur Neo Vernakular dengan tujuan untuk melestarikan bentuk atau gaya arsitektur khas daerah Banyuwangi. Seperti menerapkan bangunan rumah adat Suku Osing Banyuwangi,” katanya.
Pada desainnya, Ubay menerapkan tiga unsur utama, yakni penerapan zonasi, desain, serta struktur dan materi. Penerapan zonasi pada pusat oleh-oleh terbagi dalam dua ruang galeri pameran, dua ruang workshop, satu ruang display terbuka, dan retail. Serta dilengkapi tujuh stand retail dan enam stand kios sentra kuliner. Bangunan ini mempunyai keistimewaan point of interest dari depan perempatan dengan mengadaptasi bangunan rumah adat Suku Osing Banyuwangi. Desain bertema Arsitektur Neo Vernakular yang merupakan pembaharuan dari tema arsitektur tradisional/vernakular ini dapat menjaga kearifan lokal arsitektur rumah Osing Banyuwangi.
“Untuk struktur utama menggunakan struktur rangka yang membentuk grid struktur. Kolom balok berbahan baja wf yang dilapisi oleh material pvc motif kayu, sehingga tetap mempertahankan desain rumah Osing yang memiliki konstruksi dari material kayu. Sementara struktur bawah menggunakan pondasi foot plat beton, sehingga pemilihan bahan modern akan menjadikan umur bangunan lebih tahan lama. Material baja dipilih karena memiliki sifat yang kuat dan kokoh,” beber putra pasangan Arief Rahman Hakim, dan Nur Azizah ini.
Baca juga : Dosen ITN Malang Dampingi Dusun Santrean Kota Batu, Wujudkan Rosella Sebagai Komoditas Unggulan
Menjadi lulusan terbaik arsitektur tidaklah mudah bagi Ubay. Putra Banyuwangi ini pada waktu pandemi Covid-19 pernah mengalami fase dimana nilainya sempat turun. Sistem perkuliahan online sempat menghambat proses perkuliahan dan pengumpulan tugas. Hingga akhirnya ia harus mengulang kembali di semester pendek. Namun begitu, dalam mengasah skill mendesain terus ia dilakukan.
“Selama kuliah di ITN Malang saya menyambi freelance dengan mendesain rumah. Bahkan mendesain ini sudah saya lakukan semenjak di bangku SMK. Untuk menyalurkan bakat dan minat serta mengasah skill,” tuntasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)