Pemetaan Lahan dan Ruang Perlu Perhatikan Kearifan Lokal
Ketut Tomy Suhari, ST., MT (kanan) dosen ITN Malang saat menerima penghargaan sebagai Best Poster dan Speaker di International Conference on Geomatics and Geospatial Technology (GGT) 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. (Foto: Istimewa)
Malang, ITN.AC.ID – Pada negara berkembang tidak dipungkiri terdapat masyarakat adat yang masih memiliki penguasaan dan pengelolaan penggunaan lahan tersendiri. Jadi, teknologi sistem informasi pertanahan tidak hanya semata menghasilkan pengukuran yang teliti dan akurat, namun juga harus memperhatikan kemanfaatan data pada aspek kearifan lokal.
Di Indonesia saat ini masih menggunakan sistem kadaster (akrab dikenal dengan pertanahan) dua dimensi (2D) untuk informasi pertanahan berbasis persil (sebidang tanah dengan ukuran tertentu). Padahal jumlah tanah kian terbatas sedangkan kebutuhan bangunan semakin tinggi. Maka, sistem informasi dari kadaster 2D harus di-upgrade ke teknologi sistem kadaster tiga dimensi (3D).
Ketut Tomy Suhari, ST MT dosen muda Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang memasukkan teknologi Building information Modelling (BIM) sebagai jawaban dari permasalahan kadaster 3D untuk dapat mengakomodasi informasi kompleksitas terkait pemanfaatan ruang dan penambahan informasi penggunaan ruang menurut kearifan lokal.
Riset berjudul “Building Information Model (BIM) untuk Kadaster 3D Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia, Studi Kasus Desa Penglipuran, Bali” ini diulas pada webinar INA Cadastre Digital Expo 2020, PT Amerta Geospasial Indonesia (Amgeoid) didukung oleh SuperMap Software, Co., Ltd, Kamis (26/11/2020).
“Kalau mau pemetaan di Indonesia, memang harus memperhatikan kearifan lokal. Terkait hak, batasan dan tanggung jawabnya. Tidak asal mengukur dan scan bangunan. Jadi, land use-nya (penggunaan lahan) sesuai kearifan lokal,” ujar alumnus S-2 Teknik Geodesi dan Geomatika, ITB ini saat dihubungi lewat sambungan WhatsApp usai webinar, Kamis (26/11/2020).
Tomy biasa disapa mengatakan, Kadaster 3D dapat mengakomodasi informasi kompleksitas pemanfaatan ruang (misal, hak kepemilikan hunian vertikal, kepemilikan perkantoran di mall, jalan layang, terowongan dan lain sebagainya). Konsep 3D ini juga dapat menyelesaikan permasalahan kompleksitas dengan visualisasi 3D dan memberikan informasi meliputi hak (right), batasan (restriction) dan tanggung jawab (responsibility) atau biasa disebut dengan singkatan 3R.
“Jika kadaster 3D diterapkan di Indonesia, maka kadaster 3D harus memerhatikan aspek kearifan lokal pada desa adat untuk dapat dipetakan, dimodelkan dan divisualisasikan. Sehingga, desa adat tersebut memiliki konservasi warisan budaya berupa konsep penggunaan, pemaanfaatan ruang dan bangunan arsitekturnya serta dapat mempromosikan secara virtual dalam memvisualisasikan model 3D dan 3R menurut hukum adat,” beber owner Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi (KJSKB) Ketut Tomy Suhari yang berlokasi di Bali.
Menurut Tomy, hubungan kadaster 3D dan kearifan lokal saling berkaitan dengan kepemilikan hak atas tanah dan 3R. Contohnya kearifan lokal pada masyarakat adat memiliki penguasaan dan pengelolaan penggunaan lahan tersendiri.
“Menariknya di Bali ada peraturan daerah Propinsi Bali yang mendukung pengunaan ruang dan lahan dengan mengacu pada Konsep Tri Hita Karana. Yakni, Tri Mandala, Tri Angga, Sangga Dewata, dan Tri Loka. Konsep Tri Hita Karana ini hampir digunakan oleh seluruh masyarakat Bali dalam menjalani kehidupan. Tri Hita Karana yang berarti hubungan yang harmonis antara manusia dengan tuhan, sesama manusia dan manusia dengan alam,” ulas Tomy yang pernah mendapatkan penghargaan best poster dan speaker di International Conference on Geomatics and Geospatial Technology (GGT) 2019 in Kuala Lumpur, Malaysia.
Baca juga: Samsul Widodo: Mahasiswa Harus Bantu Pecahkan Masalah Desa
Webinar kali ini menghadirkan narasumber yang kompeten dan kredibel. Masing-masing mengulas sesuai bidangnya. Seperti, kebijakan, teknis, teori, implementasi dan aspek kearifan lokal. Riset Tomy tentang kearifan lokal tidak sampai di sini saja, saat ini Tomy sedang mengembangkan Tools dan format Industry Foundation Classes (IFC) untuk BIM yang dapat mengakomodasi dinamika perubahan peralihan hak, pemanfaatan ruang dan batasannya untuk pembangunan berkelanjutan dan kadaster masa depan.
“Saya sendiri (dalam webinar) menyampaikan aspek kearifan lokal. Saat ini riset kearifan lokal untuk kadaster 3D di Indonesia baru saya bahkan di dunia, dengan fokus batasan penggunaan ruang menurut hukum adat khususnya di Bali. Harapan saya dapat menjadi motivasi dan nanti ada riset-riset lainnya yang bermunculan di Indonesia,” pungkas Tomy sekarang sedang menempuh doktoral di ITB.
Webinar INA Cadastre Digital Expo 2020 dengan tema “Towards 3D Cadastre for Sustainable Development in Indonesia” dibuka secara langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil. Dan turut menghadirkan narasumber antara beberapa universitas antara lain, Prof. Dr. Hasanuddin Z. Abidin, M.Sc. (Prof Teknik Geodesi dan Geomatika, ITB). Prof. Dr. Alias Bin Abdul Rahman (Co-chair of International Federation of Surveyor (FIG) Joint Commissions 3 & 7 Working Group on 3D Cadastres / Professor of 3D GIS, Universiti Teknologi Malaysia). Trias Aditya K.M., ST, M.Sc., Ph.D. (Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika UGM) dan Dr. Asep Yusup Saptari, S.T., M.Sc. (Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB). (me/Humas ITN Malang)