Alumnus Arsitektur ITN Malang Sosok di Balik Desain Pasar Pon Trenggalek, Ungkap Konsistensi Kunci Kesuksesan
Muhammad Chottob W, IAI, alumnus Arsitektur S-1 ITN Malang pendiri Selasar Kiwari Studio bersama rekan satu almamaternya Adhi Firman Hidayat, IAI. (Foto: Mita/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Jika mau sukses harus tetap konsisten! Adalah Muhammad Chottob W, IAI, Alumnus Arsitektur, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) memegang teguh motto hidup tersebut. Alumnus angkatan 1994 ini kini makin eksis berkarya di Selasar Kiwari Studio, Pasuruan, Jawa Timur. Chottob biasa disapa membangun Selasar Kiwari Studio bersama rekan satu almamaternya Adhi Firman Hidayat, IAI.
Menurut Chottob, selama terjun di bidang arsitektur hampir 80 persen pekerjaan merupakan proyek dari pemerintah. Terakhir yang paling berkesan adalah ketika mereka terlibat dalam proyek pembangunan Pasar Pon, di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Pasar Pon diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada November 2021 silam.
“Pasar Pon dibangun kembali setelah sebelumnya rusak terbakar (pada 2018). Konsepnya pasar wisata, perpaduan arsitektur klasik dan lokal. Di dalamnya ada kios-kios dan atrium besar,” kata Chottob.
Menurutnya desain Pasar Pon mengusung perpaduan arsitektur klasik victorian dan lokal dengan aksen candi dan batu ekspose. Menerapkan prinsip Bangunan Gedung Hijau (BGH), Pasar Pon mengandalkan pencahayaan dan penghawaan alami. Dimana siang hari tetap terang dan nyaman tanpa memerlukan lampu dan blower.
Chottob mengungkapkan, saat proses mendesain Pasar Pon dirinya sempat bertemu dengan Emil Dardak yang dulunya merupakan Bupati Trenggalek, sebelum kemudian pada Februari 2019 dilantik menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur. Menurutnya, Emil pernah kuliah di Inggris, dimana disana ada Borough Market, yang merupakan pasar grosir dan retail makanan terbesar dan tertua di London.
Baca juga : Pengurus Baru IAAI Dilantik, Siap Bekerja dengan Semangat Baru
“Pak Emil terkesan dengan Borough Market. Meski tidak mirip, tapi pesannya Pasar Pon bisa seperti itu. Alhamdulillah Pasar Pon mendapatkan predikat green design. Sekarang bangunan yang didanai APBN harus dapat sertifikat BGH predikat madya,” ungkapnya.
Dijelaskan Chottob, untuk desain juga dilengkapi dengan ruang publik. Untuk itu bangunan pasar dimundurkan 25 meter dari jalan. Ruang publik ini semacam taman aktif yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Taman aktif sendiri adalah salah satu bentuk dari ruang terbuka hijau yang memiliki beberapa fasilitas penunjang untuk rekreasi dan olahraga.
Muhammad Chottob W, IAI, (kiri) bersama Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi, MSEE Rektor ITN Malang Periode 2021-2023 pada salah satu acara IAAI ITN Malang. (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
“Dilengkapi semacam amphitheater. Sekarang aktivitas di depan pasar ramai sekali. Kerap acara-acara pemkab berpusat di situ,” imbuhnya yang juga mengatakan bahwa bangunan-bangunan arsitek seharusnya menciptakan ruang publik.
Pasar Pon yang dibangun saat masa pandemi ini membawa hikmah bagi Chottob dan tim. Pasalnya waktu pandemi mulai 2019 Selasar Kiwari Studio sama sekali tidak ada proyek baru. Untungnya dengan adanya pembangunan Pasar Pon yang dimulai Januari 2020, selain mendesain Selasar Kiwari Studio juga dipercaya melakukan kontrak pengawasan berkala.
“Saat covid semua proyek sedang drop. Kami, saya dengan Mas Adhi partner saya di biro arsitek tetap mengusahakan untuk tidak beralih profesi. Tapi tetap konsisten di arsitek. Konsistensi inilah yang kemudian banyak dilihat orang (mitra). Konsistensi perlu ditekankan oleh teman-teman (arsitek) untuk menumbuhkan kepercayaan, ini yang penting!” tegas yang pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Arsitektur (HMA).
Chottob yang pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni Arsitektur (IAAI) ITN Malang periode 1 ini mengungkapkan kecemasannya kepada generasi sekarang yang minim aktivitas. Padahal kemampuan persuasi komunikasi yang tidak ada pada mata kuliah bisa didapat mahasiswa dengan aktif berorganisasi. Apalagi ketika mahasiswa hanya kuliah dan lulus dengan nilai mediocre (biasa-biasa), maka perlu menambah skill. Beda dengan mahasiswa yang memiliki akademik dan prestasi bagus, pasti akan diperhitungkan saat masuk perusahaan.
“Kalau kita tidak mau hanya menjadi “sekrupnya” perusahaan, maka kita harus punya kemampuan konseptual. Sehingga kita bisa running terus. Jiwa wiraswastanya tumbuh tidak tergantung melamar sama sini. Itu bisa dipupuk di organisasi. Apalagi kalau lulusnya hanya mediocre, maka harus mampu mengolah konseptual yang akhirnya bisa punya konsultan sendiri. Di arsitektur idealisme arsitek, ya jadi konsultan sendiri,” serunya yang sekarang menjabat sebagai Sekjen Ika ITN Malang Periode 2023-2025.
Baca juga : Alumni Teknik Industri Gelar Seminar Nasional, Bedah Pentingnya Miliki Sertifikat Profesi
Untuk itu mahasiswa setelah lulus bisa melaksanakan magang atau mencari pengalaman dulu sebelum kemudian bisa membuka lapangan kerja sendiri. Seperti halnya Chottob yang juga pernah bekerja di kontraktor konsultan, serta magang dan bekerja sebagai wartawan Jawa Pos selama tiga tahun. Bekerja di Jawa Pos tidak lepas dari aktivitasnya selama kuliah sebagai jurnalis. Bahkan ia pernah menjadi pimpinan redaksi Majalah Inovasi kampus ITN Malang. Namun sayangnya Majalah Inovasi hanya bertahan dari tahun 1996 hingga 2005.
“Setelah dari Jawa Pos kemudian kembali ke “jalan yang benar” di konsultan arsitek. Karena pimpinan tahu kalau saya pernah di Jawa Pos, maka diajak untuk membuat majalah arsitektur Indonesia Design yang masih eksis hingga kini. Sempat jadi redaktur utamanya sekitar tahun 2004 hingga 2008. Kemudian keluar membuat konsultas sendiri Selasar Kiwari Studio hingga sekarang,” tuntas Sekjen IKA ITN Malang ini. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)