ITN Malang Dukung Percepatan Pembangunan EBT dengan Membangun PLTS
Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi MSEE., ketika menjadi pembicara Webinar Potensi Energi Surya untuk Sektor Industri dan Komersial di Jawa Timur, Desember 2021. (Foto: Tangkapan layar zoom meeting)
Malang, ITN.AC.ID – Saat ini Indonesia tengah berkomitmen menurunkan emisi dengan diversifikasi energi fosil dengan energi terbarukan sebesar 23 persen hingga tahun 2025 mendatang. Untuk itu, pemerintah mendorong dan mempercepat pembangunan energi baru terbarukan (EBT) dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di seluruh Indonesia. Hal tersebut juga menjadi tantangan bagi perguruan tinggi yang konsen terhadap EBT.
Mendukung langkah pemerintah, Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang pada tahun 2021 telah sukses berkolaborasi dengan PT Wijaya Karya (WIKA) Persero Tbk, lewat WIKA Industri Energi, dan PT Surya Utama Nuansa (Sun Energy) dengan membangun PLTS berkapasitas 500 KWp/0,5 MWp di Kampus 2 ITN Malang.
“ITN Malang sendiri sudah melakukan kolaborasi dengan pemerintah dan industri. Ikut memikirkan bagaimana mengembangkan teknologi energi terbarukan. September 2021 kemarin kami sudah melakukan uji operasional PLTS di Kampus 2 ITN. Energi yang dihasilkan kami gunakan untuk kebutuhan kampus. Namun, belum maksimal karena mahasiswa masih menjalankan kuliah offline,” ujar Rektor ITN Malang, Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi MSEE., ketika menjadi pembicara Webinar Potensi Energi Surya untuk Sektor Industri dan Komersial di Jawa Timur, Desember 2021 yang lalu.
Menurut Prof Lomi akrab disapa, Indonesia khususnya Jawa Timur mempunyai potensi energi matahari yang luar biasa. Untuk itu perlunya bersama-sama mendorong penelitian berbasis energi terbarukan. Perguruan tinggi bisa ikut membangun pusat riset baru di bidang PLTS, PLTA (Angin), ataupun sumber energi terbarukan yang lain. Renewable energi menjadi suatu tantangan yang sangat luar biasa. Peran perguruan tinggi dengan hasil risetnya dalam bidang energi terus dilakukan. Untuk bersama-sama mengurangi polusi.
Bahkan, saat ini pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan sudah merambah ke kendaraan berbasis listrik. Pengembangan riset di sekolah menengah kejuruan, dan perguruan tinggi terhadap kendaraan yang berbasis listrik terus dilakukan. Sehingga, diharapkan tidak lagi menggunakan bahan bakar yang menimbulkan polusi. Untuk itu, kurikulum di perguruan tinggi sudah harus dirubah dengan memasukkan kurikulum energi terbarukan. Operasional kampus juga perlu diperhatikan dengan mengurangi pemakaian kertas, menghijaukan lingkungan dengan pepohonan, dan lain sebagainya.
“Bahwa dengan penggunaan energi ini (terbarukan) kita akan bebas dari polusi. Kita bisa menggunakannya semaksimal mungkin, dan juga bisa digunakan untuk riset secara kolaborasi. ITN sebagai perguruan tinggi akan mengembangkan riset, yang nanti akan berkolaborasi dengan industri,” tukas Prof Lomi.
Prof Lomi melanjutkan, adanya alih energi tentunya memiliki kelemahan, yakni dalam maintenance. Karena dalam beberapa kasus pengoperasionalan PLTA, tiga sampai enam bulan sudah ada yang rusak. Solar panel yang berada di hamparan lahan yang luas tidak menutup kemungkinan akan adanya gangguan. Perlu perawatan tersendiri terhadap solar panel. Belum lagi anggaran penelitian terhadap energi terbarukan relatif tidak sedikit.
“Jadi, salah satu rencana induk pengembangan penelitian ITN Malang adalah teknologi berbasis green energy. Namun, dana penelitian dari perguruan tinggi itu sangat terbatas. Kalaupun perguruan tinggi mengarahkan hibah penelitian kompetitif nasional se-Indonesia, maka 300 ribu dosen harus bersaing. Tapi, puji Tuhan, ITN Malang selalu mendapat dana riset. Kami juga mempunyai komitmen untuk membangun pusat kajian, sehingga asetnya kami arahkan pada skala kecil,” tandasnya.
Selain Rektor ITN Malang webinar yang diadakan oleh SUN Energy ini juga menghadirkan, Dr. Ir. Daniel Rohi, M.Eng.Sc., IPU., (Anggota DPRD Jawa Timur Komisi B {Perekonomian}), Oni Setiawan (Kepala Bidang Energi Dinas ESDM, Jawa Timur), Mohammad Aslam (Plant Manager PT Fonterra Brands Manufacturing Indonesia), dan Donny Safrudin (Head of Channel Partners SUN Energy).
Dr. Ir. Daniel Rohi, M.Eng.Sc., IPU., menyampaikan, Jawa Timur termasuk 10 wilayah di Indonesia yang mempunyai potensi energi baru terbarukan tertinggi, namun belum maksimal penggunaannya. Pertama suplai listrik di Jawa Timur beberapa tahun yang lalu dilaporkan surplus listrik 2.500 MW. Bisa jadi karena Jawa Timur produksi listrik melimpah, sehingga energi fosil sebagai pembangkit listrik masih terus digunakan. Dengan basis fosil ada di Paiton dan Gresik, dan terkoneksi dalam interkoneksi Jawa-Bali yang cukup memadai. Kedua, masih adanya pola pikir masyarakat yang merasa bahwa memakai energi surya ribet, dan mahal.
“Untuk menyelamatkan kehidupan dan masa depan menumbuhkan kesadaran pentingnya EBT memang perlu kerja keras. Saya kira pemerintah perlu memperbarui regulasi, dan komitmen, serta menginisiasi perda energi. Akhir-akhir pemerintah sudah mulai memberikan kesempatan kepada para pebisnis listrik untuk energi terbarukan bisa masuk. Dan juga, hasil survei terbaru masyarakat di kota besar seperti Surabaya sudah mulai melihat bahwa energi surya bisa menjadi alternatif,” kata Daniel.
Konsennya terhadap energi membawa Daniel mengikuti training di Berlin tahun 2017. Di Berlin ia belajar tentang transisi energi. Melihat dan mendengar cerita sukses mereka melakukan transisi energi dengan energi surya, dan angin. Dimana kedua energi tersebut sangat bergantung pada iklim cuaca. Berlin mempunyai sistem pendataan cuaca yang bagus. Sehingga mampu memprediksi kecepatan angin dan jumlah sinar matahari serta daerah yang berpotensi pada satu-dua hari kedepan.
Baca juga : Masuk Tahap Uji Coba, PLTS ITN Malang Sebentar Lagi Diresmikan
Dikatakan Daniel, regulasi listriknya juga bagus, dan diserahkan ke pihak swasta, tidak monopoli oleh pemerintah. Setiap orang bisa menjual listriknya ke pemerintah. Ketika ada lahan tidak produktif mereka akan menanam energi solar cell. Pemerintah di Berlin mendorong semua sektor, masyarakat, dan dunia usaha (konsumen listrik) terdidik dengan baik.
“Mereka sadar energi terbarukan itu sesuatu hal yang harus dikonsumsi untuk penyelamatan bersama. Dan ini sejalan dengan ide indikator, bahwa kalau satu negara mulai maju, maka orang akan mempertanyakan tentang lingkungan, dan keamanan bersama. Kita di Indonesia pun perlu mengedukasi supaya masyarakat juga bisa mempunyai kesadaran. Bahwa menggunakan energi terbarukan yang sesuai dengan potensi yang kita miliki itu adalah dalam rangka menyelamatkan masa depan,” tandasnya. (me/Humas ITN Malang)