Mahasiswa ITN Malang Manfaatkan Kulit Pisang jadi ‘Kos Usang’
Tim PKM Kewirausahaan (ki-ka) Refaldi Saputra, Dona Nathasya Hotan, Nabila Suci Adani, Astrina Dassie, dan Andika Yoga Pradana mempertunjukkan produk ‘Kos Usang’ yang siap dipasarkan. (Foto: Istimewa)
Pisang merupakan buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain sebagai buah, pisang juga dibuat menjadi berbagai produk olahan, seperti camilan pisang goreng atau keripik. Banyaknya pisang yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam berbagai macam olahan makanan ini tentunya menyisakan kulit pisang yang menjadi sampah dan terbuang begitu saja. Saat ini belum banyak masyarakat yang memanfaatkan kulit pisang, hanya sebagian saja yang kemudian menjadikannya pakan ternak.
Padahal di dalam kulit pisang banyak mengandung protein, kalsium, fosfor, magnesium, sodium dan sulfur, sehingga kulit pisang memiliki potensi yang baik untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Melihat peluang itu, lima mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, terdiri dari Dona Nathasya Hotan, Refaldi Saputra, Nabila Suci Adani, Astrina Dassie, dan Andika Yoga Pradana memanfaatkan kulit pisang menjadi “Kos Usang” (Kompos dari Kulit Pisang).
“Kebanyakan di pasaran kulit pisang hanya dibuang begitu saja. Itu pula yang terjadi di tempat asal saya diNTT, kulit pisang hanya dibuang dan dikasih makan binatang ternak,” ujar Dona Nathasya Hotan, Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan yang diadakan oleh Kemenristekdikti, lolos pendanaan 2019.
Untuk membuat kompos dari kulit pisang caranya tidak sulit. Dengan senang hati mahasiswa semester 6 ini menceriterakan cara pembuatan kompos dari kulit pisang. Awalnya kulit pisang dikeringkan kemudian dicacah dan dimasukkan ke dalam drum plastik yang telah dilubangi bagian bawahnya. Sebelum kulit pisang dimasukkan ke dalam drum, dasar drum harus diberi tanah hitam (humus), kemudian baru dimasukkan kulit pisang dan di atasnya ditutup kembali dengan tanah hitam.
“Satu lagi yang tidak boleh ketinggalan ialah penambahan larutan EM4 5 ml, baru kemudian ditutup rapat menggunakan terpal. Bakal kompos ini didiamkan dulu selama kurang lebih satu bulan sebelum akhirnya menjadi Kos Usang (Kompos dari Kulit Pisang) yang siap dikemas,” imbuh mahasiswa Teknik Lingkungan ini.
Produk Kos Usang ini dijual dengan harga yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Dengan kemasan 3,5 kg, Kos Usang dijual dengan harga 20 ribu rupiah. Penentuan harga tersebut disesuaikan dengan target konsumen, yakni mulai dari masyarakat kalangan bawah, menengah dan atas.
Dona dan teman-temannya optimis Kos Usang diterima masyarakat. Pasalnya Kos Usang sangat ramah lingkungan serta tanaman. Ini bisa dilihat di kemasan produk yang mencantumkan nilai gizi, yang akan didaftarkan ijin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) ataupun PIRT untuk menghindari kekhawatiran konsumen dan selanjutnya akan mencantumkan label halal setelah mendapatkan ijin dari MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Pencantuman informasi tersebut juga memudahkan dalam promosi kepada konsumen. “Kami juga akan promosi secara langsung kepada konsumen melalui free testing dan melalui media seperti brosur, pamflet dan media sosial (instagram, facebook, website, twitter). Kami juga akan bekerjasama dengan penjual bunga yang banyak terdapat di Kota Batu,” ujar Dona.
Keistimewaan Kos Usang juga dapat meningkatkan kemampuan drainase tanah, sangat disukai oleh cacing, sehingga mengundang mereka untuk menyebarkan nutrisi yang baik bagi tanah. Kompos dari kulit pisang ini juga ampuh untuk membantu pertumbuhan tanaman dan pembentukkan buah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kulit pisang mengandung nutrisi yang ampuh untuk tanaman.
“Selain sebagai kompos dengan bahan yang unik dan baru, produk dari ampas kulit pisang ini juga mampu mengurangi limbah rumah tangga, serta diolah dan dikemas dengan ramah lingkungan,” tutupnya. (mer/humas)