Melakukan Aktivitas di Taman dapat Redakan Depresi
Muhamad Fildzah Rake Maqomi, lulusan terbaik Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) S-1, ITN Malang, pada wisuda ke 69 periode I tahun 2023. (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Ada banyak cara meredakan stres. Salah satunya dengan pergi ke luar rumah untuk beraktifitas, atau mengunjungi tempat yang menyenangkan. Apalagi bagi penduduk perkotaan yang cenderung lebih banyak mengalami stres akibat beban kerja dan berbagai masalah lainnya. Stres harus segera diatasi, kalau tidak akan mengakibatkan depresi.
Menurut Muhamad Fildzah Rake Maqomi, taman adalah satu tempat pereda stres dan depresi. Pemanfaatan unsur alam pada taman juga harus seimbang dengan pemanfaatan unsur healing environment. Healing environment merupakan suatu desain lingkungan penyembuhan yang memadukan antara unsur alam, indra, dan psikologis. Dapat dirasakan melalui indra, indra dapat membantu melihat, mendengar, dan merasakan keindahan alam yang didesain. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi psikologis seseorang ketika mereka merasakan kenyamanan dan keamanan dalam diri mereka.
Hal ini sejalan dengan penerapan konsep healing garden pada taman sebagai taman penyembuhan. Apalagi taman kota mudah dijangkau dan gratis. Taman dianggap mampu membuat pikiran tenang, sehingga meredakan ketegangan, dan stres. Omi sapaan akrab Muhamad Fildzah Rake Maqomi adalah Lulusan terbaik Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) S-1, Fakultas Teknik Industri dan Perencanaan (FTSP), Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, pada wisuda ke 69 tahun 2023.
“Sekarang ini banyak orang depresi. Makanya saya meneliti pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) terhadap tingkat depresi pengunjung berdasarkan kriteria healing garden. Saya mengambil tempat di Graha Natura Park Kota Surabaya, karena urgensi untuk kota metropolitan banyak ditemukan orang-orang depresi,” kata Omi.
Baca Juga : ITN Malang Dukung Pemerintah Tingkatkan SDM untuk Percepatan Tata Ruang
Menurut pemilik IPK 3,72 ini, Kota Surabaya sudah memenuhi pemenuhan RTH lebih dari 20 persen dari yang seharusnya dibutuhkan. Namun, keberadaan RTH khususnya taman kota yang sudah menerapkan konsep healing garden masih belum diketahui. Maka, di Kota Surabaya perlu adanya identifikasi terhadap taman kota berkonsep healing garden.
Pada penelitian ini Omi menggunakan analisis Key Performance Index (KPI), analisis statistik deskriptif, dan analisis behavioral mapping dalam menemukan sasaran penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemanfaatan taman dengan konsep healing garden terhadap pengurangan depresi pengunjung taman tersebut.
Muhamad Fildzah Rake Maqomi (paling kanan) bersama teman-temannya saat di Graha Natura Park Kota Surabaya untuk survey penelitian skripsinya. (Foto: Istimewa)
“Metode wawancara, dan menyebar kuesioner. Dengan kategori sampel (orang) tingkat berat, sedang, dan ringan. Maka didapat banyak pengunjung yang masuk kategori tingkat sedang dan ringan, sementara yang berat hanya tiga orang dari 60 sampel,” imbuh pemuda asal Banyuwangi ini.
Dijelaskan Omi, penentuan taman prioritas menjadi penting sebagai penetapan taman yang paling sesuai untuk mengatasi masalah depresi penduduk Kota Surabaya. Hubungan antara taman prioritas dan depresi terlihat pada pemanfaatan taman berdasarkan aktivitas dan kebutuhan pengunjung yang disesuaikan dengan kategori depresinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi disebabkan oleh usia, gender, status sosial ekonomi, dan status perkawinan. Sementara jarak tempat tinggal berpengaruh terhadap kemudahan dalam akses menuju taman prioritas tersebut.
Mayoritas orang dengan tingkat depresi ringan kerap melakukan aktivitas berjalan-jalan di seputar taman, olahraga, atau mengobrol. Untuk orang dengan depresi tingkat sedang rata-rata akan membawa teman ke taman, melakukan aktivitas bersama dan mereka tidak pernah sendiri. Mereka akan melakukan aktivitas lebih lama di taman. Sedangkan depresi berat akan memanfaatkan aktivitas di taman lebih maksimal. Seperti mengerjakan hobinya membaca buku, bermain musik, dan lain sebagainya.
“Awalnya saya identifikasi dahulu dengan merekam aktifitas mereka selama di taman. Kemudian baru melakukan wawancara atau lewat kuesioner. Banyak orang dengan tingkat depresi sedang mengakui dirinya depresi atau mengalami gangguan mental. Rata-rata banyak yang mengalami depresi di tingkat usai 18-40 tahun,” jelas putra pasangan I Gede Eke Djaja Saputra, dan Ratna Purnama Dewi ini.
Baca Juga : Pembangunan Kota Malang Perlu Diimbangi Perencanaan Drainase Secara Sinergi
Sebagai mantan Ketua Himpunan Mahasiswa PWK ITN Malang, Omi tidak memiliki rahasia khusus untuk bisa berprestasi meskipun selama kuliah ia disibukkan dengan urusan organisasi. Menurutnya sirkel pertemanan menjadi kunci sukses perkuliahan.
“Kalau kita sudah menekuni sesuatu maka harus dilakukan dengan serius. Sirkel pertemanan juga mempengaruhi perkuliahan. Maka pilihlah teman-teman yang bisa saling suport,” ujarnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)