Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam Automatisasi Bidang Industri Konstruksi Masih Rendah
Tri Joko Wahyu Adi, ST.,MT.,Ph.D., saat memberikan kuliah tamu di Program Studi Magister Sipil, Program Pasca Sarjana (S-2) Institut Teknologi Nasional (ITN), Sabtu (05/10/19). (Foto: Yanuar/humas)
Adanya teknologi baru sudah menjadi suatu kebutuhan bagi manusia. Kemajuan teknologi yang pesat seperti AI (Artificial Intelligence) memberikan banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari serta memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu. Bahkan hampir semua aspek kegiatan yang berhubungan dengan teknologi tidak lepas dari AI.
Apalagi dengan adanya 5G atau generasi kelima dari fase standar telekomunikasi seluler yang dikatakan melebihi kecepatan akses 4G. Materi ini menjadi pembahasan menarik dalam kuliah tamu di Program Studi Magister Sipil, Program Pasca Sarjana (S-2) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang bersama Tri Joko Wahyu Adi, ST.,MT.,Ph.D., Sabtu (05/10/19).
Pemantik sekaligus Kepala departemen Teknik Sipil ITS ini menuturkan, AI membicarakan sistem komputer yang bisa mengerjakan pekerjaan seperti layaknya manusia. Baik cara berfikir maupun pengambilan keputusan sama seperti manusia. Bisa dipakai dalam berbagai disiplin ilmu dan memiliki aplikasi yang beragam.
“5G yang dimanfaatkan dikehidupan sehari-hari misalnya, kuliah lewat google class, video conference. Atau, saya bisa meminta mobil saya menghidupkan mesin sendiri, kulkas kosong akan belanja sendiri, dia (kulkas) tahu apa yang kita sukai. Ke depan segala sesuatu yang ada sudah bisa dikontrol dengan mengusuh kecerdasan buatan,” kata Tri Joko.
Namun faktanya, menurut Tri Joko dalam level automatisasi bidang industri kontruksi penggunaan AI masih rendah dibanding industri manufaktur. Hal ini membuat industri kontruksi rendah produksinya dan rawan terjadi kecelakaan kerja.
“Di Indonesia masih sulit bukan karena tidak bisa membeli alatnya (alat konstruksi), tapi Indonesia masih padat karya. Kasihan yang menganggur banyak (bila banyak menggunakan teknologi AI),” terang Tri Joko.
Baca juga: Perkuat Riset Kecerdasan Buatan dengan Kolaborasi Riset Antar Sektor
Maka masih kata Tri Joko, industri kontruksi harus adaptif dengan revolusi 4.0. Internet of things akan menjadi backbone (koneksi berkecepatan tinggi yang jadi lintasan penting dalam suatu jaringan). Kompetisi berubah memerlukan inovasi dan kreativitas yang tinggi. Tantangannya pada sumber daya manusia, pada sistem pendidikan dan regulasi pemerintah.
“Sekarang Teknik Sipil tidak bisa berjalan sendiri. Riset luar biasa perkembangannya, maka sipil harus bekerjasama dengan bidang lain. Kita (Teknik Sipil) harus keluar dari zona nyaman. Sehingga riset-riset ke depannya lebih produktif dan meningkat,” tandas lulusan National Taiwan University of Science and Technology ini. (me/humas)
Baca juga: Artificial Intelligence Tak Bisa Gantikan Kreatifitas dan Pengambilan Keputusan