
Tim Mahasiswa ITN Malang Ukir Prestasi di NTU International Bridge Design Competition 2025
Legat Bestari, (kanan) dan Stevan Joseph Tuhuleruw, bersama dosen pembimbing, Krisna Febrian Anugerahputra, ST., MT., M.Sc., (tengah) di Nanyang Technological University (NTU) Singapore.
Malang, itn.ac.id – Membanggakan! Tim Spectra Doa Ortu, mahasiswa Teknik Sipil S-1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) berhasil meraih posisi 7 dalam ajang bergengsi NTU International Bridge Design Competition (BDC) 2025. Kompetisi diselenggarakan di Nanyang Technological University (NTU) Singapore pada Sabtu-Minggu, (12-13/04/2025).
Prestasi ini diraih oleh Legat Bestari, dan Stevan Joseph Tuhuleruw. Mereka berhasil menembus babak final dan bersaing dengan total 70 tim pada final, dari 172 tim yang mendaftar kompetisi ini.
Rektor ITN Malang, Awan Uji Krismanto, ST., MT., PhD, mengungkapkan rasa bangganya atas pencapaian tersebut. Bahkan ia sedari awal optimis bahwa mahasiswa Teknik Sipil yang didampingi dosen pembimbing, Krisna Febrian Anugerahputra, ST., MT., M.Sc. akan mampu bersaing secara global.
“Luar biasa! Sejak awal saya optimis. Ini terbukti dengan lolosnya mereka pada posisi 7 besar dari 172 tim. Prestasi ini sangat membanggakan dan menunjukkan bahwa ITN Malang mampu bersinar di kancah internasional,” ujarnya dengan antusias.
Lebih lanjut, rektor menekankan pentingnya sinergi antara mahasiswa, dosen, dan praktisi industri dalam mendukung prestasi mahasiswa. “Komunitas-komunitas yang ada di berbagai prodi sudah sangat mendukung. Untuk mencapai prestasi, sinergi sangat dibutuhkan agar mahasiswa mendapatkan insight dan wawasan untuk menghasilkan karya-karya inovatif bagi masyarakat,” jelasnya.
Legat Bestari, anggota Tim Spectra Doa Ortu menceritakan jalannya kompetisi. Dalam kompetisi tersebut, setiap tim diminta untuk membuat jembatan dari kayu balsa dan kayu bas berdasarkan studi kasus Sungai Manggis Quirk.
Baca juga:Tim Mahasiswa ITN Malang Siap Berlaga di Kompetisi Desain Jembatan Internasional NTU Singapura
“Kami dikumpulkan dalam satu ruangan. Hari pertama kami menggambar desain jembatan secara manual, dan langsung membuatnya. Hari kedua adalah pengujian jembatan dan Q&A (tanya jawab) untuk menentukan 10 tim yang lolos ke grand final,” ungkap Legat saat ditemui di Kampus 1 ITN Malang, Kamis (17/04/2025).
Tim Spectra Doa Ortu merancang jembatan warren truss dengan panjang 31 cm, lebar 5,5 cm, dan tinggi 6,5 cm, dengan pembebanan eksentrik berjarak 2/3 bentang jembatan. Ini menyesuaikan dengan ketentuan bentang minimal 35 cm, tinggi di bawah 9 cm, dan lebar maksimal 6,5 cm.
“Karena bebannya eksentrik, struktur jembatan kami buat asimetris, berbeda dengan jembatan warren truss pada umumnya yang simetris. Konsep ini kami sesuaikan agar jembatan lebih kuat menahan beban eksentrik,” jelas Legat.
Proses perancangan dan pembuatan jembatan diberi waktu 6 jam. Legat secara manual membuat rancangan di kertas A4. Mereka berdua kemudian membuat jembatan, dan berhasil menyelesaikan dalam waktu 2 jam. Dilanjutkan dengan pembuatan video presentasi dalam bahasa Inggris oleh Stevan Joseph Tuhuleruw.
Stevan Joseph Tuhuleruw (kiri) dan Legat Bestari saat mengikuti grand final NTU International Bridge Design Competition 2025 di Singapura.
“Untuk penilaian meliputi penggunaan bahan (aspek ekonomi), estetika, dan load testing (pengujian pembebanan). Ketiga kriteria ini memiliki bobot 80 persen. Sisanya 20 persen berasal dari video presentasi dan sesi tanya jawab,” terangnya.
Pada load testing jembatan buatan Tim Spectra Doa Ortu mampu menahan beban hingga 176 Newton atau sekitar 18 kg, dengan berat jembatan hanya 18,37 gram selama 120 detik. Hasil pengujian ini mengantarkan mereka ke posisi 7 besar, dan masuk grand final.
Pada babak grand final, video presentasi mereka kembali ditampilkan, diikuti dengan sesi tanya jawab bersama lima juri yang terdiri dari dosen dan perwakilan perusahaan.
Legat menambahkan bahwa ukuran gambar desain jembatan harus sesuai dengan ketentuan, namun studi kasus baru diberikan pada hari-H, sehingga tim harus menentukan desain di lokasi. Uniknya, sistem voting juga diterapkan untuk menentukan jembatan terbaik secara estetika.
Dari 10 tim yang masuk grand final, selain ITN Malang juga ada tim dari Universitas Jember, Universitas Kristen Petra, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang (dua tim), Universitas Muhammadiyah Surakarta, Nha Trang University (Vietnam), dan Universitas Indonesia. Tim dari luar negeri selain Vietnam ada dari Nanyang Technological University (NTU) sendiri, Universiti Teknologi Malaysia (UTM), India, dan lainnya.
“Dari kompetisi kami mendapat pengalaman baru karena studi kasus dan model jembatannya baru kami temui. Kami juga bisa berbagi ilmu dengan mahasiswa lain dari dalam dan luar negeri,” katanya.
Sementara Stevan Joseph Tuhuleruw menambahkan tantangan yang dihadapi timnya selama kompetisi, terutama dalam sesi wawancara yang menggunakan bahasa Inggris. “Waktu wawancara pakai bahasa Inggris, kendalanya di grammar karena bahasa teknik sipil berbeda dengan bahasa ilmiah secara umum. Cara bicara orang Singapura juga cepat, itu menjadi kendala,” ujarnya.
Setelah mereka lolos 10 besar, video presentasi yang dibuat di hari pertama ditampilkan kepada juri, sehingga sesi tanya jawab harus sesuai dengan isi video. “Kami mendapat pertanyaan, kenapa jembatan kami ada ikatan angin di atasnya? karena kami menggunakan itu untuk menstabilkan agar jembatan semakin kokoh,” jelas Stevan.
Menurutnya, momen yang paling menegangkan adalah saat presentasi karena disaksikan oleh banyak orang. Pengalaman berharga yang didapat Stevan adalah pentingnya meningkatkan kemampuan grammar bahasa Inggris. Ia juga mengamati bahwa beberapa tim menggunakan translator dari panitia, namun penilaian tetap berdasarkan poin yang disampaikan.
“Harapannya, kalau tahun depan diadakan lagi, kami Teknik Sipil ITN Malang bisa meraih posisi 3 besar,” pungkas Stevan dengan optimis. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)