Belajar Otodidakdari Buku, Alumnus Teknik Mesin S-1 Sukses di Dunia Konstruksi
Tri Wahyudiono ST., alumnus Teknik Mesin S–1, ITN Malang angkatan 1995. (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Awalnya belajar otodidak dari buku, siapa sangka akhirnya alumnus Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) ini berhasil sukses di bidang jasa konstruksi. Adalah Tri Wahyudiono ST., merupakan alumnus Teknik Mesin S-1, ITN Malang angkatan 1995.
Tri akrab disapa memiliki hobi otomotif yang linier dengan jurusannya di teknik mesin. Tapi pekerjaan yang ditekuninya bertolak belakang dengan jurusan yang dulu ia ambil. Tri saat ini berjaya dalam bidang konstruksi dibawah bendera PT Kheevalindo Tri Karya yang berlokasi di Surabaya.
“Saya kuliah di mesin, hobi otomotif, namun kerjaannya melenceng dari mesin. Saya bergerak di bidang konstruksi sampai sekarang,” ujar Komisaris PT Kheevalindo Tri Karya ini.
Ia mengaku tidak memiliki pengetahuan mendalam soal teknik sipil. Untuk memulai dan mendalami pekerjaannya ia pun belajar bidang konstruksi lewat buku-buku yang dimiliki sang istri. Kebetulan Lea Mahdarina istrinya juga merupakan alumnus ITN Malang, Prodi Teknik Sipil S-1.
Tri mengisahkan, usai lulus dari ITN Malang tahun 2000 ia mengawali karir di PT Surya Mas Agung. Cukup bertahan dua tahun, di tahun 2002 ia memutuskan mendirikan perusahaan sendiri. Meskipun agak berat baginya memutuskan keluar dari perusahaan dengan gaji yang waktu itu terbilang lumayan, apalagi ia dibebani dengan tanggungan yang tergolong tidak sedikit.
Baca juga : Reuni IKA Teknik Mesin Angkat Tri Wahyudiono jadi Ketua Periode 2022-2025
“Jadi, saya memutuskan membuat perusahaan dibidang konstruksi. Istilah anak sekarang cuan (untung). Saya masih ingat, kali pertama mengerjakan proyek pembangunan jalan akhir tahun 2002 di Pantura, Banyuwangi bernilai 425 juta. Itu nominal yang cukup luar biasa (banyak) bagi kami, akhirnya saya serius menekuninya (konstruksi),” ungkapnya.
Menurut Tri, perusahaannya membangun infrastruktur cukup beragam. Mulai pembangunan alun-alun, rumah sakit, jalan, jembatan, gedung, dan lain sebagainya. Dengan hampir 90 persen merupakan hasil kerja sama/bermitra dengan institusi pemerintah. Untuk menggolkan proyek dengan pemerintah, maka perusahaannya harus selalu update dengan peraturan yang digulirkan oleh pemerintah.
Tri Wahyudiono ST., saat menghadiri launching UART Nagapasa Teknik Mesin S–1 ITN Malang yang akan berangkat ke Shell Eco-Marathon (SEM) 2023 di sirkuit internasional Mandalika. (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
Dijelaskan Tri, dulu tahun 2000-2010 waktu mengikuti lelang tender sistemnya masih manual. Perusahaan yang ingin ikut lelang harga penawaran dimasukkan ke dalam sebuah kotak. Lalu tahun 2013-2015 memakai LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Kemudian sekarang lelang memakai sistem e-catalogue. Dengan e-catalogue maka memudahkan instansi terkait dalam pengadaan barang dan jasa.
“Pemerintah pasti berinovasi terhadap teknologi. Jadi kalau ingin bermitra dengan pemerintah harus mengikuti sistem lelang pemerintah, sekarang lelangnya memakai katalog elektronik. Semua produk kita di masukkan ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa) lembaga pelelangan nasional. Nanti LPKK yang akan menawar barang dan jasa kita. Kalau bahasa umumnya seperti marketplace,” jelasnya.
Menekuni dunia konstruksi Tri melakoni pasang surut usaha. Perusahaan pria kelahiran Madiun ini bahkan sempat kehilangan dana 4,5 Miliar. Kala itu, saat mengerjakan sebuah proyek dana yang masuk ke rekening perusahaan rekannya ternyata tersedot untuk membayar tanggungan bank perusahaan tersebut. Saat itu Tri tidak mengetahui bahwa perusahaan tersebut memiliki tunggakan bank.
“Saya tidak tahu kalau PT tersebut punya tunggakan bank dua tahun. Jadi sejak peristiwa itu kami lebih berhati-hati. Kalau di dunia konstruksi rugi sudah bisa, tapi bagi saya kehilangan uang begitu banyak sangat terasa sekali,” katanya.
Belum lagi dunia konstruksi juga sempat terpukul dengan adanya pandemi covid-19 beberapa waktu lalu. Dimana pemerintah tidak lagi memfokuskan pembangunan infrastruktur, tapi lebih fokus pengendalian Covid-19.
“Saat pandemi kemarin kami tidak ada pekerjaan. Selama dua tahun kami sempat pertahankan karyawan. Mereka tetap digaji meskipun tidak 100 persen. Namun akhirnya ada yang mengundurkan diri. Belum lagi investasi di alat juga besar. Awalnya kami pikir pekerjaan banyak, tapi akhirnya terhenti,” kenangnya.
Baca juga : Kuliah Tamu Teknik Mesin S-1, Alumnus Bagi Pengalaman Sebelum Terjun ke Dunia
Meski disibukkan dengan pekerjaannya saat ini, Tri masih berperan aktif dalam kegiatan Ikatan Keluarga Alumni Teknik Mesin ITN Malang. Bahkan ia didapuk sebagai Ketua IKA Teknik Mesin periode 2022-2025. Tri berpesan kepada mahasiswa ITN Malang khususnya Teknik Mesin S-1, untuk menjalin mitra diberbagai kalangan maka harus banyak memiliki jaringan dengan berteman dengan banyak orang.
“Mahasiswa juga harus pintar membuat profil perusahaan. Untuk menjaga mitra dengan pemerintah agar konstan, maka pelayanannya jangan mengecewakan. Bos dari pekerjaan kami (konstruksi) adalah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang mempunyai pekerjaan. Permintaan apapun harus diakomodir,” tuntasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)