Bersama PPK Ormawa ITN Malang, Desa Sumberejo Buat Biobriket Potensi Ekspor
PPK Ormawa 2023 Teknik Kimia S-1 ITN Malang memberi pelatihan pembuatan biobriket kepada warga Desa Sumberejo, Kota Batu. (Foto: Istimewa)
Malang, ITN.AC.ID – Biobriket sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian. Apalagi akhir-akhir ini biobriket menjadi suatu tren bisnis untuk di ekspor ke luar negeri dengan omset cukup besar. Siapa sangka biobriket sebagai bahan alternatif sumber energi yang ramah lingkungan ini ternyata mudah dibuat.
Dengan alat sederhana masyarakat bisa membuat biobriket sendiri. Salah satu bahan bakar biobriket yang mudah didapat adalah bambu dan sabut kelapa. Di Desa Sumberejo Kota Batu kedua bahan ini mudah didapat dan tergolong melimpah. Maka, mahasiswa Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) memanfaatkannya untuk melatih masyarakat setempat membuat biobriket.
Pelatihan biobriket diikuti sekitar 20 peserta dari kelompok wanita tani (KWT), BPD, Rukun Tani, Taman Sabin, Sumber Arum, Sumber Mulya, dan para siswa SDN Pesat (Pesanggrahan Batu). Bertempat di Ground Desa Sumberejo mahasiswa Teknik Kimia S-1, ITN Malang mengajari warga membuat biobriket, pada Jumat, (8/9/2023)
“Di Sumberejo terdapat limbah bambu, dan sabut kelapa. Dua bahan ini bisa menjadi bahan baku biobriket,” kata Adam Yonanda, ketua tim pengolahan bioenergi biobriket.
Pelatihan pembuatan biobriket ini merupakan abdimas dari Program Penguatan Kapasitas Organisasi Mahasiswa (PPK Ormawa) ITN Malang 2023. Selain biobriket, mahasiswa juga mengajarkan warga ditempat yang sama dengan pembuatan pasta tomat pada sesi sebelumnya.
Adam menjalankan pelatihan ini bersama timnya yang terdiri dari M. Jamilulchal, Ido Kuswara, Rizky Nartika Nurfitri, dan Mardhiyah Aliyatus Sya’ni, dibawah dosen pembimbing Dwi Ana Anggorowati, S.T., M.T.
Baca juga : Mahasiswa Kimia ITN Malang Ajari Warga Sumberejo Buat Pasta Tomat
Untuk membuat biobriket selain bambu, dan sabut kelapa juga dibutuhkan bahan tepung tapioka sebagai perekat. Bambu di Sumberejo bisa didapat karena ada lahan pohon bambu. Sedangkan sabut kelapa didapat dari penjual es degan dimana sabut kelapa tidak dimanfaatkan dan hanya menumpuk menjadi limbah. Tepung tapioka pun mudah didapat di pasaran dengan harganya tergolong murah.
Cara pembuatan biobriket cukup sederhana. Pertama-tama bambu dan sabut kelapa dipotong kecil-kecil dan dikeringkan di bawah terik matahari selama tiga hari. Kemudian dilanjutkan dengan proses karbonisasi. Caranya dengan membakar bahan-bahan tersebut di dalam tong pembakaran yang dilengkapi thermometer. Dibakar menggunakan tungku hingga didapatkan suhu 200 derajat celcius. Untuk lama pembakaran bambu yaitu 5 jam, sedangkan sabut 2 jam.
Mahasiswa ITN Malang saat melakukan proses karbonisasi dalam pembuatan biobriket dalam tong pembakaran yang dilengkapi thermometer. (Foto: Istimewa)
“Beda waktu pembakaran karena sabut rentan dan cepat menjadi abu. Jika sudah didapatkan arang yang bagus kemudian dilakukan proses penghancuran menggunakan grinder, atau bisa menggunakan alat penumbuk,” lanjut mahasiswa semester 5 ini.
Selanjutnya proses pengayakan menggunakan ayakan 70 mesh. Jika tidak ada ayakan 70 mesh bisa menggunakan saringan memasak yang ukuran partikelnya agak kecil. Lalu langkah selanjutnya membuat adonan. Serbuk arang ditambah perekat tepung tapioka, dan diberikan air panas (mendidih) untuk proses perubahan tapioka menjadi binder atau perekat. Setelah tercampur rata dengan takaran tertentu adonan bisa dicetak. Biobriket dicetak berbentuk silinder dengan ukuran berkisar tinggi 5 cm, diameter 2 cm, dan berat 15 gram.
“Untuk ukuran biobriket bervariasi tergantung cetakan. Kemarin kami menggunakan cetakan dari pipa pvc yang dipotong kecil,” ujarnya.
Tim PPK Ormawa menyarankan pengemasan menggunakan plastik agar lebih praktis dan bisa mengikuti berat kemasan. Rencananya mereka akan membuat per kemasan berisi 1 kg biobriket dengan harga jual 8 ribu rupiah. Bergantung kualitas biobriket selesai di uji bakar.
“Pembuatan biobriket ini ekonomis. Dalam satu kali produksi kami hanya mengeluarkan uang untuk membeli tepung tapioka saja,” kata mahasiswa asal Sidoarjo ini.
Dikatakan Adam, antusiasme peserta mengikuti pelatihan cukup besar. Ini terlihat dari peserta yang terlihat bersemangat mengikuti pelatihan mulai proses karbonisasi, pencetakan, hingga pengujian nyala biobriket. Mereka semakin bersemangat ketika mahasiswa menceritakan kesuksesan pebisnis biobriket yang meraup untung besar hingga biobriket dapat di ekspor.
Baca juga : KKN Tematik Mahasiswa Arsitektur Bikin Ekowisata Damping Padi
“Kalau dalam skala pelatihan ini kami menggunakan alat cukup sederhana dan dalam skala kecil. Sehingga tidak bisa dilakukan produksi besar. Semoga nanti masyarakat Desa Sumberejo bisa mengupgrade peralatan sehingga biobriket bisa diproduksi masal. Harapannya kelak bisa berkembang hingga Desa Sumberejo dikenal dengan desa eksportir biobriket,” harap Adam.
Ada yang menarik pada pelatihan kali ini. Yakni terlibatnya siswa SDN Pesat. Mereka antusias saat mengikuti praktik pembuatan biobriket. Hingga beberapa siswa wajahnya terlihat menghitam terkena abu saat proses pengayakan.
“Saat proses pencetakan mereka senang sekali. Mereka bisa membuat biobriket sendiri dengan bentuk yang hampir sempurna, dan dibawa pulang,” tandasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)