Solusi Pengelolaan Sampah Jadi Bernilai Jual Ala ITN Malang
TIMESINDONESIA, MALANG – Permasalahan sampah menjadi topik yang tak pernah habis untuk dibahas. Hal itu lantaran sampah mempunyai dampak buruk yang besar terhadap berbagai lini kehidupan. Baik dari segi kesehatan, estetika, dan sektor vital lainnya.
Baru-baru ini, beberapa media besar internasional memberikan perhatian terhadap sebuah mini report berjudul “Sampah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia” yang disusun Nexus 3, Arnika, Ecoton, dan IPEN, pada November 2019.
Ada dua hal yang menjadi perhatian dalam laporan tersebut. Yakni proses pembuatan tahu yang menggunakan limbah plastik impor sebagai bahan bakar dan temuan kontaminasi dioksin atau zat-zat kimia berbahaya pada telur.
Menanggapi hal ini, pemerhati lingkungan terutama pada bidang sampah dari Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang), Sudiro, ST., MT., mengatakan, fenomena temuan dioksin dalam telur ini merupakan sebuah rentetan panjang dari dampak sampah anorganik.
Sudiro mengatakan, mekanisme pengelolaan sampah di Indonesia ini secara umum hampir sama. Sampah dikumpulkan kemudian diangkut, dan dibuang. Padahal, berdasarkan UU nomor 19 tahun 2008, sampah itu tidak dibuang, tapi diolah.
“Ketika bicara dibuang, disitu ada namanya TPA, di dalam TPA itu masih terbuka. Padahal seharusnya tertutup. Sehingga impact-nya secara sosial ternak ini masuk ke wilayah TPA. Akhirnya disitu hewan ternak mencari makanan. Setelah makanannya habis mereka memakan plastik. Dari situ akhirnya mereka terkontaminasi sampah plastik,” kata dia.
Pria yang merupakan dosen aktif Prodi Teknik Lingkungan S-1 ITN Malang, itu menerangkan, sebuah barang suci seperti telur, tidak akan pernah terkontaminasi tanpa sebab.
“Telur itu tidak akan pernah mengandung plastik tanpa ada makanan yang mengkontaminasi ayam itu sendiri. Jadi bukan kemauan plastik untuk masuk kesana,” lanjutnya.
Sudiro menceritakan, ada sebuah kasus lain yang pernah dia ketahui tentang kontaminasi sampah plastik pada hewan ternak, yang sempat terjadi beberapa waktu lalu di daerah.
“Di suatu wilayah, satu di Kediri satu Jogja, ketika sapi ini disembelih dan dibedah, di dalamnya penuh dengan plastik,” terangnya.
Hal ini merupakan dampak panjang yang bisa berdampak pada hewan atau bahkan umat manusia, apabila sampah plastik ini hanya dibuang, tanpa mendapatkan pengelolaan yang benar. Terlebih jika sampah tersebut dibuang tidak pada tempatnya.
Sudiro menambahkan, di Kota Malang, pada tahun 2023 ini produksi sampah per harinya sekitar 800 ton. Dengan estimasi komposisi 70 persen sampah organik dan 30 persen sampah anorganik. Sehingga apabila pemerintah tidak berhasil dalam menangani sampah dengan benar, meskipun sampah tersebut sudah berada di TPA, maka hal ini juga berpotensi untuk menimbulkan masalah yang serius di kemudian hari.
“Dalam hal pengelolaan sampah harapannya adalah, sampah itu tidak mungkin tidak ada, setiap hari kita selalu memunculkan sampah. Tetapi setidaknya yang kita hasilkan itu mampu diurus. Sehingga yang bisa dilakukan dalam hal pengurusan sampah itu adalah memperpanjang daur hidupnya,” pungkas Sudiro.
Sekretaris Jurusan (Sekjur) Prodi Teknik Kimia S-1 ITN Malang, Rini Kartika Dewi ST., MT., mengatakan, di ITN Malang saat ini ada beberapa metode pengelolaan sampah, baik itu yang organik maupun anorganik.
“Dari sisi sampah organik, kami mempunyai alat yang lengkap, yang bisa mengubah sampah organik ini menjadi sebuah briket. Sehingga sampah tersebut akhirnya mempunyai nilai lebih, dan bisa dikomersilkan,” ucapnya.
Alat yang diciptakan dengan kolaborasi dari berbagai jurusan ini, menurutnya bisa menjadi salah satu solusi pengelolaan sampah yang tepat. Sehingga barang yang biasanya hanya dibuang dan mengganggu estetika, bisa menjadi barang yang punya nilai.
Eko Yohanes dari Prodi Teknik Mesin S-1 ITN Malang menjelaskan sistem pengolahan sampah plastik dengan alat yang diciptakan oleh ITN Malang. Mulanya, sampah akan disortir antara organik dan anorganik. Kemudian akan dipisahkan lagi antara sampah plastik yang bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang.
“Plastik yang sudah tidak dipakai digunakan untuk pelet. Nah pelet ini juga bisa digunakan untuk proses pembakaran untuk plastiknya yang akan dipakai,” ucapnya.
Plastik yang masih layak dan bisa didaur ulang, nantinya akan di molding atau diproduksi dengan membentuk bahan mentah. Sehingga bisa dijadikan sebuah barang yang mempunya nilai. “Untuk beberapa barang seperti pot bunga, jadi kalau dilakukan secara masal, satu RT bisa potnya sama semua,” kata dia.
Secara detail Eko menjelaskan tahapan pengelolaan sampah tersebut. Tahap awal, sampah akan masuk pada conveyor belt atau alat untuk memilah kaleng dan plastik. Kemudian berlanjut pada separator machine yang berfungsi sebagai pemilah sampah organik dan plastik.
“Sampah yang organik akan masuk pada mixing machine untuk mencampur organik dengan starter pupuk. Sedang sampah plastik masuk ke plastic crushing machine untuk dihancurkan,” kata dia.
Sampah organik akan berakhir menjadi sebuah pupuk pelet yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan sampah plastik akan menjadi sebuah paving blok, atau barang padat lainnya dari pengolahan sampah plastik. (*)
Sumber: https://timesindonesia.co.id/pendidikan/465752/solusi-pengelolaan-sampah-jadi-bernilai-jual-ala-itn-malang