Metaverse Konsep Dunia yang Persisten, Tantangan dan Peluang
Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI, Dr. Eng. Anto Satryo Nugroho, M.Eng, B.Eng saat menjadi narasumber Seminar Nasional Metaverse: Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Era Industri 5.0. di ITN Malang. (Foto: Yanuar/ Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Banyak defisini mengenai metaverse. Karakteristik yang paling menonjol metaverse adalah konsep dunia yang persisten, atau berkesinambungan. Mengkombinasikan berbagai virtual space yang berbeda. Hal ini memungkinkan kita bekerja, bermain game, bersosialisasi melakukan kolaborasi penelitian di ruang tiga dimensi. Bahasan ini membuka Seminar Nasional “Metaverse: Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Era Industri 5.0″, di Auditorium Kampus I ITN Malang, pada Juli 2022 lalu. Dan, disampaikan oleh Kepala Pusat Riset Kecerdasan Buatan dan Keamanan Siber, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI, Dr. Anto Satriyo Nugroho.
Ada tiga bahasan yang dikupas oleh Anto, yakni tantangan dalam metaverse, biometric, dan identitas digital. Menurutnya, metaverse membuka suatu alam baru yang bebas waktu, dan tempat. Kita bisa terhubung dengan masyarakat lain, dengan bangsa dan bahasa yang lain. Dengan metaverse masyarakat juga dapat melakukan interaksi, transaksi finansial dalam berbagai hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
“Hal ini memungkinkan, karena tiga elemen utama metaverse yakni virtual reality dan artificial intelligence (AI), teknologi web 3.0, dan teknologi blockchain,” ujar Anto.
Baca juga : Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah: ITN Malang Layak jadi Universitas
Web 3.0 menurut Anto adalah internet generasi ketiga. Situs web ini mampu melakukan pengolahan informasi secara cerdas. Misalnya, memanfaatkan teknologi AI, machine learning, big data dan teknologi blockchain. Blockchain adalah teknologi yang dapat dimanfaatkan sebagai sistem penyimpanan atau bank data secara digital yang terhubung dengan kriptografi
“Hal-hal inilah yang sekarang banyak diminati oleh masyarakat di seluruh dunia. Ini masuk juga ke Indonesia. Kita sedang tergila-gila dengan topik metaverse. Ini terjadi karena kita sangat aktif menggunakan media sosial,” lanjutnya.
Anto juga mengingatkan pengguna saat mengakses metaverse. Pengguna harus memperhatikan masalah privasi dan identitas hacking. Masalah privasi, seperti perlindungan terhadap anak, masalah kesehatan ketika mengakses metaverse dan lain sebagainya. Kita hidup di masyarakat dimana individu tidak dapat lagi dipercaya kalau belum memakai id document, dan pin atau password. Banyak cara untuk melakukan authentication seperti password pin number, id card, account phone, token, something unique to your physical being (biometrics).
Biometrik sendiri adalah science untuk melakukan identifikasi seseorang berbasis pengamatan physical serta perilaku seseorang. Contohnya sidik jari, selaput pelangi atau iris, cara orang berjalan, suara, dan lain-lain, sebagai cara agar orang bisa mengenali identitas orang lain.
Baca juga : ITN Malang Siap jadi Pioner Kampus Metaverse di Indonesia
Metaverse membuka peluang akses seluas-luasnya di dunia digital. Masalah privasi merupakan tantangan tersendiri dalam Metaverse. Otentikasi individu merupakan suatu tantangan bagaimana memastikan wajah yang ditampilkan adalah benar buka foto atau video. Dengan tingkat eror harus dipastikan rendah.
“Ini sudah dimanfaatkan oleh e-commerce, memanfaatkan biometrik untuk memvalidasi pengguna. Di dunia India paling besar memanfaatkan biometrik. Kemudian Indonesia nomor 2. Pemerintah mengumpulkan data biometrik penduduk lewat program e-KTP sejak 2011. KTP elektronik tidak hanya dipakai untuk memberi identitas pada penduduk, tapi juga agar penduduk dapat memperoleh layanan publik,” bebernya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)